STANDAR
AUDIT
Standar
Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar
pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing
merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing
terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan
penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar
auditing.
Pernyataan Standar Auditing (PSA)
PSA merupakan penjabaran lebih
lanjut dari masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. PSA
berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan
Publik dalam melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap PSA yang
diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk di
dalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan
interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang
diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. Dengan demikian, IPSA memberikan jawaban atas
pernyataan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam
PSA sehingga merupakan perlausan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA.
Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota IAPI, sehingga
pelaksanaannya bersifat wajib.
Standar Umum
Standar
umum bersifat pribadi dan berkaitan dengann persyaratan auditor dan mutu
pekerjaannya (Standar Profesional Akuntan Publik,201:2011). Standar umum
berhubungan dengan kualifikaasi auditor dan kualitas pekerjaan auditor.
(Jusup,52:2001). Standar umum terdiri atas tiga bagian :
a. Standar umum
pertama : Pelatihan dan Keahlian Auditor Independen
Standar
umum pertama berbunyi :
“Audit
harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor.” (Standar Profesional Akuntan
Publik,210:2011)
Dalam
melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus
senantiasa bertindak sebagai ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing.
Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya, yang
diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik audit. Perlu
disadari bahwa yang dimaksudkan dengan pelatihan seorang professional mencakup
pula kesadarannya untuk secara terus-menerus mengikuti perkembangan yang
terjadi dalam bisnis dan profesinya. Dalam menjalankan praktiknya sehari-hari,
auditor independen menghadapi pertimbangan yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan yang diminta untuk melakukan audit dan memberikan pendapatnya atas
laporan keuangan suatu perusahaan karena melalui pendidikan, pelatihan, dan
pengalamannya, ia menjadi orang yang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing
(Standar Profesional Akuntansi, 210:2011)
Asisten
yunior yang baru masuk ke dalam karir auditing harus memperoleh pengalaman
profesionalnya dengan supervise yang memadai dan review atas pekerjaannya dari
atasannya yang lebih berpengalaman (Jusup,52:2001).
b. Standar umum kedua :
Independensi
Standar
umum kedua berbunyi :
“Dalam semua hal yang berhubungan dengan
perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.”
(Standar Profesional Akuntan Publik,220:2011)
Standar
ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi,
karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal
ia berpraktik sebagai auditor intern). Auditor mengakui kewajiban untuk jujur
tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur
dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan
auditor independen. Untuk diakui pihak lain sebagai orang yang independen, ia
harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu
kepentingan dengan kliennya, apakah manajemen perusahaan atau pemilik
perusahaan. Auditor independen tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa
ia independen, namun ia harus pula menhindari keadaan yang dapat menyebabkan
pihak luar meragukan sikap independensinya. Auditor harus mengelola praktiknya
dalam semangat persepsi independensi dan aturan yang ditetapkan untuk mencapai
derajat indenpedensi dalam melaksanakan pekerjaannya. (Standar Profesional
Akuntan Publik,220:2011)
c. c.
Standar umum ketiga :
Penggunaan Kemahiran Profesional dengan
Cermat dan Saksama dalam Pelaksanaan Pekerjaan Auditor
Standar
umum ketiga berbunyi :
“Dalam
pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran professionalnya dengan ceramat dan saksama.” (Standar Profesional
Akuntan Publik,230:2011)
Penggunaan
kemahiran professional dengan kecermatan dan kesaksamaan menekankan tanggung
jawab setiap professional yang bekerja dalam organisasi auditor independen
untuk mengamati standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Para auditor
harus ditugasi dan disupervisi sesuai dengan tingkat pengetahuan, keterampilan,
dan kemampuan sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengevaluasi bukti audit
yang mereka periksa (Standar Profesional Akuntan Publik,230:2011).
Kecermatan
dan keseksamaan menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana
kesempurnaan pekerjaannya. Misalkan, kecermatan dan keseksamaan dalam hal
kertas kerja audit mengharuskan bahwa isinya cukup menunjang pendapat yang
diberikan oleh auditor dan penyajiannya harus mengikuti pedoman yang tercantum
dalam standar auditing (Jusup,54:2001).
2.2
Standar Pekerjaan Lapangan
Seperti tersirat dari namanya, stndar ini
terutama berhubungan dengan pelaksanaan audit di tempat bisnis klien atau di
lapangan. Standar ini juga terdiri dari 3 butir standar yang intinya adalah
sebagai berikut :
a. Pekerjaan
harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi
dengan semestinya.
Agar
audit dapat berjalan dengan efisien dan efektif, maka audit harus direncanakan
dengan sebaik-baiknya. Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi
menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, luas, dan saat
perencanaan bervariasi sesuai dengan ukuran dan kompleksitas satuan dan saat
perencanaan bervariasi sesuai dengan ukuran dan kompleksitas satuan usaha,
pengalaman mengenai satuan usaha, dan pengetahuan tentang bisnis satuan usaha.
Supervisi
mencakup pengarahan usaha asisten yang terkait dalam pencapaian tujuan audit
dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervise adalah
memberikan instruksi kepada asisten, mereview pekerjaan yang dilaksanakan, dan
menyelesaikan perbedaan pendapat di antara staf audit kantor akuntan. Luasnya
supervise yang memadai bagi suatu keadaan tergantung pada banyak faktor,
termasuk kompleksitas masalah dan kualifikasi orang yang melaksanakan audit.
b. Pemahaman
yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan
dilaksanakan.
Struktur
pengendalian intern merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam audit.
Keandalan data keuangan yang dihasilkan sistem akuntansi dan terjaga tidaknya
keamanan aset sangat ditentukan rancangan dan keefektifan struktur pengendalian
internal. Oleh karena itu, auditor harus mempunyai pemahaman yang memadai
mengenai struktur pengendalian intern klien untuk merencanakan audit. Pemahaman
mengenai struktur pengendalian intern klien akan digunakan untuk:
1.
Mengidentifikasi salah saji yang potensial.
2.
Mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi risiko salah saji yang material.
3.
Merancang pengujian substantif.
c. Bukti
audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan
yang diaudit.
Audit
harus menghimpun evidential matter
(hal-hal yang bersifat membuktikan) dan tidak sekedar evident atau bukti konkrit sebagai dasar untuk menyatakan pendapat
atas laporan keuangan klien. Yang dimaksud dengan evidential matter misalnya pengetahuan yang ada di pikiran auditor
mengenai uang yang sebenarnya dikeluarkan untuk membeli suatu aktiva. Ukuran
keabsahan (validitas) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada
pertimbangan auditor. Dalam hal ini bukti audit berbeda dengan bukti hukum yang
diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi
pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor dalam rangka
memberikan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya. Ketepatan sasaran,
obyektif, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan
kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.
Perbandingan antara evidence dan evidential matter
No.
|
Evidence
|
Evidential Matter
|
1
|
Ada di luar benak atau kesadaran
auditor
|
Ada di dalam benak atau kesadaran
intelektual dan mental auditor
|
2
|
Bersifat konkrit, empiris
|
Bersifat abstrak
|
3
|
Realitas obyektif
|
Realitas subjektif
|
4
|
Realitas substantif
|
Realitas bentuk
|
2.3
Standar Pelaporan
Dalam
melaporkan hasil audit, auditor harus memenuhi empat buah standar pelaporan,
yaitu:
a)
Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.
b)
Laporan audit harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidak konsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode
sebelumnya.
c)
Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali
dinyatakan lain dalam laporan audit.
d)
Laporan audit harus memuat suatu pernyataan mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit
yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar