Biogas, sumber energi ramah lingkungan
Dengan semakin majunya peradaban manusia akan menuntut semakin banyak
aktifitas manusia yang akan dilakukan di muka bumi demi tujuan pemenuhan
kebutuhan hidup. Hampir semua aktifitas tersebut menyebabkan penambahan
emisi gas rumah kaca. Akibat penggunaan bahan bakar fosil dalam jangka
panjang ternyata telah memberikan akibat negatif terhadap kehidupan di
dunia. Hasil penelitian dari sekelompok peneliti di bawah naungan Badan
Peserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Panel Antar pemerintah Tentang
Perubahan Iklim, menyebutkan penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak
bumi, batu bara dan gas alam telah menyumbangkan cukup besar pencemaran
gas efek rumah kaca yaitu karbondioksida ke atmosfer bumi yang
mempunyai pengaruh besar dalam proses pemanasan global.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menghambat pemanasan global
yang telah diikrarkan dalam “Protokol Kyoto” tahun 1997 adalah
mengurangi emisi gas efek rumah kaca. Bioenergi menjadi salah satu hal
yang dapat dikembangkan sebagai sumber energi pengganti yang ramah
lingkungan dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar
minyak yang mahal dan terbatas.
Bioenergi selain dapat dihasilkan dari tanaman yang memang sengaja
dibudidayakan untuk produksi bioenergi juga dapat diusahakan dari
pengolahan limbah yang dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia.
Sehingga, diharapkan selain dapat mengurangi emisi gas efek rumah kaca
juga mengurangi masalah lingkungan dan meningkatkan nilai dari limbah
itu sendiri. Dan salah satu limbah yang dihasilkan dari aktifitas
kehidupan manusia adalah limbah dari usaha peternakan sapi yang terdiri
dari feses, urin, gas dan sisa makanan ternak.
Limbah peternakan khususnya ternak sapi merupakan bahan buangan dari
usaha peternakan sapi yang selama ini juga menjadi salah satu sumber
masalah dalam kehidupan manusia sebagai penyebab menurunnya mutu
lingkungan melalui pencemaran lingkungan, menggangu kesehatan manusia
dan juga sebagai salah satu penyumbang emisi gas efek rumah kaca. Pada
umumnya limbah peternakan hanya digunakan untuk pembuatan pupuk organik.
Untuk itu sudah selayaknya perlu adanya usaha pengolahan limbah
peternakan menjadi suatu produk yang bisa dimanfaatkan manusia dan
bersifat ramah lingkungan.
Pengolahan limbah peternakan melalui proses fermentasi perlu digalakkan
karena dapat menghasilkan biogas yang menjadi salah satu jenis
bioenergi. Pengolahan limbah peternakan menjadi biogas ini diharapkan
dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang mahal dan
terbatas, mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan peluang usaha
bagi peternak karena produknya terutama pupuk kandang banyak dibutuhkan
masyarakat.
Sumber daya energi mempunyai peran penting dalam semua aspek pembangunan
ekonomi nasional. Energi diperlukan untuk pertumbuhan kegiatan
industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga. Dalam jangka panjang,
peran energi akan lebih berkembang untuk mendukung pertumbuhan sektor
industri dan kegiatan lain yang terkait. Meskipun Indonesia adalah salah
satu negara penghasil batu bara, minyak bumi dan gas, namun dengan
berkurangnya cadangan minyak dan penghapusan subsidi menyebabkan harga
minyak naik dan kualitas lingkungan yang menurun akibat penggunaan bahan
bakar fosil yang berlebihan.
Pemanasan global memberikan dampak sangat buruk pada keseimbangan
kehidupan manusia antara lain menyebabkan iklim tidak stabil,
peningkatan suhu permukaan laut, suhu keseluruhan dunia akan cenderung
meningkat, gangguan tersebut berdampak pada kehidupan sosial masyarakat.
Kondisi ini sangat memprihatinkan, ketergantungan terhadap sumber energi
tidak dapat dihindarkan, dengan semakin majunya peradaban manusia maka
kebutuhan akan sumber energi dalam setiap sektor kehidupan sangatlah
besar. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan bakar minyak
sangatlah besar. Semakin melambungnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
akibat tingginya harga BBM di pasar dunia sangat memberatkan masyarakat
terutama bagi masyarakat yang berada di daerah pedalaman yang merupakan
kantong-kantong masyarakat miskin karena harga BBM di lokasi ini bisa
naik 2 – 8 kali lipat lebih tinggi dari harga di perkotaan. Belum lagi
masalah BBM selesai, masalah listrik mencuat pula. Pemadaman listrik
bergiliran menjadi konsumsi masyarakat di beberapa daerah. Perusahaan
Listrik Negara (PLN) dihadapkan kepada masalah kesulitan membeli batu
bara sebagai bahan bakar penggerak pembangkit listrik yang dimiliki oleh
PLN. Kelangkaan batu bara untuk usaha listrik ini terjadi karena
produksi batu bara Indonesia yang melimbah sebagian besar justru
diekspor ke luar negeri.
Sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan pada bahan bakar
minyak dengan mengembangkan sumber energi pengganti yang ramah
lingkungan dan terbarukan. Salah satu jenis bahan bakar pengganti yang
dimaksud adalah bioenergi. Bioenergi selain bisa diperbaharui bersifat
ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengurangi efek rumah kaca dan
terus-menerus bahan baku cukup terjamin. Bahan baku bioenergi dapat
diperoleh dengan cara sederhana yaitu melalui budidaya tanaman penghasil
biofuel dan memanfaatkan limbah yang ada di sekitar kehidupan manusia.
Indonesia memiliki banyak sumber daya alam hayati yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku bionergi. Pengembangan bioenergi sebagai
sumber energi pengganti sangat cocok digunakan karena didukung dengan
oleh ketersediaan lahan yang mencukupi untuk membudidayakan tanaman dan
ternak penghasil biofuel. Indonesia memiliki sumber daya lahan yang
sangat luas untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian. Kondisi ini
memungkinkan untuk pengusahaan berbagai jenis tanaman,termasuk
komoditas penghasil bioenergi. Dan beberapa bahan baku bioenergi adalah
kelapa sawit, sagu, kelapa, ubi kayu, jarak pagar, tebu, jagung dan
limbah peternakan.
Gas metan ini sudah lama digunakan oleh warga Mesir, China, dan Roma
kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil panas. Sedangkan
proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama
kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776). Hasil identifikasi gas yang
dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun 1806. Dan
Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang
pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas meta
Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah
biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi
energi melalui proses fermentasi. Biogas yang terbentuk dapat dijadikan
bahan bakar karena mengandung gas metan dalam persentase yang cukup
tinggi.
Biogas sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dapat
menjawab kebutuhan akan energi sekaligus menyediakan kebutuhan hara
tanah dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya serta
mengurangi efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi
pengganti dapat mengurangi penggunaan kayu bakar. Dengan demikian dapat
mengurangi usaha penebangan hutan, sehingga kehidupan hutan terjaga.
Biogas menghasilkan api biru yang bersih dan tidak menghasilkan asap.
Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan kerena produksi biogas
peternakan ditunjang oleh kondisi yang memungkinkan dari perkembangkan
dunia peternakan sapi di Indonesia saat ini. Disamping itu, kenaikan
tarif listrik, kenaikan harga LPG, premium, minyak tanah, minyak solar,
minyak diesel dan minyak bakar telah mendorong pengembangan sumber
energi elternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Peningkatan kebutuhan susu dan pencanangan swasembada daging tahun 2010
di Indonesia telah merubah pola pengembangan agribisnis peternakan dari
skala kecil menjadi skala menengah/besar. Di beberapa daerah telah
berkembang koperasi susu, peternakan sapi pedaging melalui kerjasama
dengan perkebunaan kelapa sawit dan sebagainya. Kondisi ini mendukung
ketersediaan bahan baku biogas secara terus-menerus dalam jumlah yang
cukup untuk memproduksi biogas.
Ada beberapa keuntungan penggunaan kotoran ternak sebagai penghasil
biogas yaitu, mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah,
pencemaran udara (bau), memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai
bahan bakar biogas yang dapat digunakan sebagai energi pengganti untuk
keperluan rumah tangga, mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk
kebutuhan energi bagi kegiatan rumah tangga yang berarti dapat
meningkatkan kesejahteraan peternak, melaksanakan pengkajian terhadap
kemungkinan dimanfaatkannya biogas untuk menjadi energi listrik untuk
diterapkan di lokasi yang masih belum memiliki akses listrik.
melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya kegiatan
ini sebagai usulan untuk mekanisme pembangunan bersih.
Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi pemanfaatan kotoran ternak sapi menjadi biogas yaitu:
1. Ketersediaan ternak
Jenis jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi
bagi pengembangan biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan
memanfaatkan kotoran ternak. Kotoran ternak yang dapat diproses menjadi
biogas berasal dari ternak ruminansia dan non ruminansia seperti sapi
potong, sapi perah dan babi; serta unggas.
Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk
menjalankan biogas skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran
ternak dari 3 ekor sapi, atau 7 ekor babi, atau 400 ekor ayam.
2. Kepemilikan Ternak
Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis
dan kapasitas biogas yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas
rumah tangga terkecil dapat dijalankan dengan kotoran ternak yang
berasal dari 3 ekor sapi atau 7 ekor babi atau 400 ekor ayam. Bila
ternak yang dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dipilihkan
biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen)
atau beberapa biogas skala rumah tangga.
3. Pola Pemeliharaan Ternak
Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi
maksimal. Kotoran ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara
dengan cara dikandangkan dibandingkan dengan cara digembalakan.
4. Ketersediaan Lahan
Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya
bergantung pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk
membangun biogas skala terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x
2m). Sedangkan skala komunal terkecil membutuhkan lahan sebesar 40m2
(8m x 5m).
5. Tenaga Kerja
Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari
peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat
berfungsi optimal bila pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan
dengan baik serta dilakukan perawatan peralatannya. Banyak kasus
mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas disebabkan
karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit tersebut;
kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan
pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain memelihara
ternak.
6. Manajemen Limbah/Kotoran
Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair
kotoran ternak yang sesuai untuk menghasilkan biogas, jumlah pemasukan
kotoran, dan pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke dalam
raktor. Bahan baku reaktor biogas adalah kotoran ternak yang komposisi
padat cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 2. Pada peternakan sapi perah
komposisi padat cair kotoran ternak biasanya telah sesuai, namun pada
peternakan sapi potong perlu penambahan air agar komposisinya menjadi
sesuai. Jumlah pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari
atau setiap 2 hari sekali tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia
dan sarana penunjang yang dimiliki. Pemasukan kotoran ini dapat
dilakukan secara manual dengan cara diangkut atau melalui saluran.
7. Kebutuhan Energi
Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan
menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian,
kebutuhan peternak akan energi dari sumber biogas harus menjadi salah
satu faktor yang utama. Hal ini mengingat, bila energi lain berupa
listrik, minyak tanah atau kayu bakar mudah, murah dan tersedia dengan
cukup di lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari biogas
tidak menarik untuk dimanfaatkan. Bila energi dari sumber lain tersedia,
peternak dapat diarahkan untuk mengolah kotoran ternaknya menjadi
kompos atau kompos cacing (kascing).
8. Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)
Energi yang dihasilkan dari biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak,
menyalakan petromak, menjalankan generator listrik, mesin penghangat
telur/ungas dll. Selain itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan
untuk proses sanitasi sapi perah. Pemanfaatan energi ini dapat maksimal
bila jarak antara kandang ternak, reaktor biogas dan rumah peternak
tidak telampau jauh dan masih memungkinkan dijangkau instalasi
penyaluran biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi biogas
dilakukan di rumah peternak baik untuk memasak dan keperluan lainnya.
9. Pengelolaan Hasil Samping Biogas
Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi
pupuk cair atau pupuk padat (kompos). Pengeolahannya tergolong
sederhana yaitu untuk pupuk cair dilakukan fermentasi dengan penambahan
bioaktivator agar unsur haranya dapat lebih baik, sedangkan untuk
membuat pupuk kompos hasil samping biogas perlu dikurangi kandungan
airnya dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur. Pupuk yang
dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual kepada kelompok
tani setempat dan menjadi sumber tambahan pandapatan bagi peternak.
10. Sarana Pendukung
Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air, air
dan peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah pengelolaan dan
perawatan instalasi biogas. Saluran air dapat digunakan untuk
mengalirkan kotoran ternak dari kandang ke reaktor biogas sehingga
kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air digunakan untuk
membersihkan kandang ternak dan juga digunakan untuk membuat komposisi
padat cair kotoran ternak yang sesuai. Sedangkan peralatan kerja
digunakan untuk mempermudah/meringankan pekerjaan /perawatan instalasi
biogas.
Indonesia sangat baik dalam pengembangan biogas, pada umumnya peternak
sapi di Indonesia mempunyai rata- rata 2 – 5 ekor sapi dengan lokasi
yang tersebar tidak berkelompok. Sehingga penanganan limbahnya baik itu
limbah padat, cair maupun gas seperti kotoran maupun sisa pakan dibuang
ke lingkungan sehingga menyebabkan pencemaran. Pengolahan limbah secara
sederhana hanya dengan pemanfaatannya sebagai pupuk alami.
Diketahui sapi dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa kotoran
lebih kurang 25 kg per hari. Dan apabila tidak dilakukan penanganan
secara baik maka akan menimbulkan masalah pencemaran lingkungan udara,
tanah dan air serta penyebaran penyakit menular. Sehingga sangat
diperlukan usaha untuk mengurangi dampak buruk dari kegiatan peternakan
sapi salah satunya dengan melakukan penanganan yang baik terhadap limbah
yang dihasilkan melalui biogas. Hasil biogas dari rata 3 – 5 ekor sapi
tersebut setara dengan 1-2 liter minyak tanah/hari. Dengan demikian
keluarga peternak yang sebelumnya menggunakan minyak tanah untuk memasak
bisa menghemat penggunaan minyak tanah 1-2 liter/hari.
Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energi pengganti sangat
memungkinkan untuk diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga
bahan bakar minyak yang makin mahal dan kadang-kadang langka
keberadaannya. Besarnya limbah biomassa padat di seluruh Indonesia
seperti kayu dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan
perkebunan; limbah kotoran hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda,
dan babi juga dijumpai di seluruh provinsi Indonesia dengan kualitas
yang berbeda-beda. Teknologi biogas adalah suatu teknologi yang dapat
digunakan dimana saja selama tersedia limbah yang akan diolah dan cukup
air. Di negara maju perkembangan teknologi biogas sejalan dengan
perkembangan teknologi lainnya. Untuk kondisi di Indonesia, teknologi
biogas dapat dibangun dengan kepemilikan kelompok dan dipelihara secara
bersama.
Beberapa alasan mengapa biogas belum disukai penggunaannya di kalangan
peternak atau kalaupun sudah ada banyak yang tidak lagi beroperasi,
yaitu kurang sosialisasi, teknologi yang diterapkan kurang praktis dan
perlu pemeliharaan yang seksama dan kurangnya pengetahuan para petani
tentang pemeliharaan limbah. Teknologi biogas dapat dikembangkan dengan
menggunakan teknologi yang sederhana dengan bahan-bahan yang tersedia di
pasaran lokal. Energi biogas juga dapat diperoleh dari air buangan
rumah tangga, kotoran cair dari peternakan ayam, babi, sampah organik
dari pasar, industri makanan dan sebagainya.
Disamping itu, usaha lain yang dapat bergerak dengan kegiatan ini adalah
peternakan cacing untuk pakan ikan/unggas, industri tahu/tempe dapat
menghasilkan ampas tahu yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan
limbah cairnya sebagai bahan input produksi biogas. Industri kecil
pendukung juga dapat berkembang, seperti industri bata merah, industri
kompor gas, industri lampu penerangan, pemanas air dan sebagainya.
Sehingga pengembangan teknologi biogas secara langsung maupun tidak
langsung diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan.
Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pada industri kecil berbasis
pengolahan hasil pertanian dapat memberikan manfaata dan dapat menjadi
penggerak pembangunan pedesaan.
sumber :
http://manikwida.blogspot.com/2012/01/contoh-tulisan-ilmiah-populer.html