MORAL
& ETIKA DALAM DUNIA BISNIS
Moral Dalam Dunia
Bisnis
pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin "kabur" (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling "menindas" agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber "moral", dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian Etika Bisnis
Etika
diartikan sebagai penyelidikan terhadap alam dan ranah moralitas dimana istilah
moralitas dimaksudkan untuk merujuk pada ‘penghakiman’ akan standar dan aturan
tata laku moral. Etika juga bisa disebut sebagai studi filosofi perilaku
manusia dengan penekanan pada penentuan apa yang dianggap salah dan benar.
Dari
definisi itu kita bisa mengembangkan sebuah konsep etika bisnis. Tentu sebagian
kita akan setuju bila standar etika yang tinggi membutuhkan individu yang punya
prinsip moral yang kokoh dalam melaksanakannya. Namun, beberapa aspek khusus
harus dipertimbangkan saat menerapkan prinsip etika ke dalam bisnis.
Pertama,
untuk bisa bertahan, sebuah bisnis harus mendapatkan keuntungan. Jika
keuntungan dicapai melalui perbuatan yang kurang terpuji, keberlangsungan
perusahaan bisa terancam. Banyak perusahaan terkenal telah mencoreng reputasi
mereka sendiri dengan skandal dan kebohongan. Kedua, sebuah bisnis harus
dapat menciptakan keseimbangan antara ambisi untuk mendapatkan laba dan
kebutuhan serta tuntutan masyarakat sekitarnya. Memelihara keseimbangan seperti
ini sering membutuhkan kompromi atau bahkan ‘barter’. Tujuan etika bisnis
adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis dalam menjalankan good
business dan tidak melakukan ‘monkey business’ atau dirty business. Etika
bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang
etis agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya
dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk dunia
bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis
mempunyai implikasi etis dan oleh karenanya membawa serta tanggung jawab etis
bagi pelakunya.
Berbisnis
dengan etika adalah menerapkan aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis.
Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban,
prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika
mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka
setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan,
kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak
etis dan tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita
sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan
toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis ada untuk mengontrol bisnis agar
tidak tamak.
Pelanggaran
etika dapat terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih
keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral.
Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga
masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tumbuh subur
di banyak perusahaan.
Etika bisnis paling gampang diterapkan di perusahaan sendiri. Pemimpin
perusahaan memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi karyawannya.
Selain itu, etika bisnis harus dilaksanakan secara transparan. Pemimpin
perusahaan seyogyanya bisa memisahkan perusahaan dengan milik sendiri. Dalam
operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang yang diatur oleh tata cara
undang-undang. Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sanksi. Kalau
semua tingkah laku salah dibiarkan, maka lama kelamaan akan menjadi kebiasaan.,
Norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang
melanggar aturan diberikan sanksi untuk memberi pelajaran kepada yang
bersangkutan.
Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika
bisnis.
1.
etika
bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah
yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika
bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk
menjalankan bisnis secara baik dan etis.
2.
menyadarkan
masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakatluas pemilik
aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak
boleh dilanggar oleh praktik bisnis siapapun juga. Pada tingkat ini, etika
bisnis berfungsi menggugah masyarakat bertindak menuntut para pelaku bisnis
untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat
tersebut.
3.
etika
bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis
tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro
atau lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika
bisnis bicara soal monopoli, oligopoli, kolusi, dan praktik semacamnya
yang akan sangat mempengaruhi, tidak saja sehat tidaknya suatu ekonomi,
melainkan juga baik tidaknya praktik bisnis dalam sebuah negara.
Perkembangan dalam etika bisnis
Berikut
perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Situasi
Dahulu
Pada
awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an
Ditandai pemberontakan terhadap
kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota
Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi
perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan
mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang
paling sering dibahas adalah corporate social responsibility
Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia
bisnis di AS.
Etika Bisnis Meluas ke
Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai
ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum
pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut
European Business Ethics Network (EBEN).
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Tidak terbatas lagi pada dunia
Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan
International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28
Juli 1996 di Tokyo.
Dalam upaya untuk menciptakan etika
bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain yaitu :
1)
Pengendalian diri
Pelaku-pelaku
bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing- masing untuk tidak memperoleh apapun dari
siapapun dan dalam bentuk apapun.
2)
Pengembangan tanggung jawab sosial.
Pelaku bisnis
ini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk
"uang" saja, dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan melalu cara
yang lebih kompleks lagi. Jadi, dalam keadaan apapun para pelaku bisnis harus
mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap
masyarakat sekitar di lingkungan usaha mereka.
3)
Mempertahankan jati diri
Memperthahankan
jati diri disini bukan berarti di dalam etika bisnis tidak perduli akan perkembangan
informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan
untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan
budaya sendiri yang dimiliki.
4)
Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu
ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5)
Menerapkan konsep “pembangunan
berkelanjutan"
Dunia bisnis
seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu
memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas
pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan
saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan
dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan besar.
6)
Menghindari sifat 5K
(Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku
bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi
lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan
curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa
dan negara.
7)
Mampu menyatakan yang benar
itu benar
Artinya, kalau
pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh)
karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
"katabelece" dari "koneksi" serta melakukan
"kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang
terkait.
Secara garis besar ke tujuh faktor tersebut lah yang
paling berpengaruh terhadap penerapan etika di dalam dunia bisnis. Dan dalam
penerapannya yang lebih sering banyak diterapkan oleh para pelaku dalam dunia
bisnis untuk tetap mempertahankan eksistensinya dalam dunia bisnis itu sendiri.
Membumikan Etika Bisnis di Perusahaan
Etika
pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik
-buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika
perusahaan, etika kerja dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan
sosial antara perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan
menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan
lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika
kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan
mengatur hubungan antar karyawan.
Perilaku
etis yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi saling percaya
antara perusahaan dan stakeholders, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan
keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan, pegawai dan
pemasok bertindak oportunis, serta tumbuhnya saling percaya.
Kebijakan
perusahaan untuk memberikan perhatian serius pada etika perusahaan akan
memberikan citra bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan.
Kebijakan perusahaan biasanya secara formal didokumentasikan dalam bentuk Kode
Etik (Code of Conduct). Di tengah iklim keterbukaan dan globalisasi yang
membawa keragaman budaya, code of conduct memiliki peran yang semakin penting,
sebagai buffer dalam interaksi intensif beragam ras,pemikiran, pendidikan dan
agama
Terdapat
tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan.
Pertama, terciptanya budaya perusahaan secara baik. Kedua, terbangunnya suatu
kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based organization). Dan
ketiga, terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai (employee relationship
management).
Manfaat Perusahaan Menerapkan Etika dalam Bisnis
Etika
bisnis di butuhkan karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan
memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai
(value-creation) yang tinggi,diperlukan suatu landasan yang kokoh.Biasanya
dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang
transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan
yangdilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Haruslah
diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu menguntungkan
perusahaan untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena :
1.
Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan
terjadinya friksi baik intern
perusahaanmaupun dengan eksternal.
2.
Akan dapat meningkatkan
motivasi pekerja.
3.
Akan dapat melindungi kebebasan ber niaga.
4.
Akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Tindakan
yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen
dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif,misalnya melalui gerakan
pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat
menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.Sedangkan perusahaan yang
menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki
peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak
mentolerir tindakan yany tidaketis misalnya diskriminasi dalam sistem
remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang
paling. berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap
dipertahankan.
Sumber
:
http://nielam-tugas.blogspot.com
http://irmarantyshandra.blogspot.com
http://pii.or.id/etika-bisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar